Dulu, saya pengen banget nikah muda. Kaya di tv-tv gitu, di mana ‘drama’ pencarian panjang untuk menemukan tambatan jiwa setelah melalui patah hati berkali-kali, akan dibayar lunas dengan datangnya seorang pangeran berkuda putih. Dari yang sebelumnya hitam putih, dunia menjadi berwarna karena kehadirannya, kemudian menikah dan happily ever after lalu the end, filmnya tamat. Padahal dalam realitanya, pernikahan bukanlah sebuah jawaban.
Pernikahan adalah sebuah mula yang bagi saya sangat menyenangkan sekaligus menantang. Di luar saya yang ‘romantis dramatis’, di Indonesia fenomena pernikahan dini angkanya sangat tinggi. Hal ini kerap kali terjadi karena kesederhanaan pola pikir bahwa menikah adalah tujuan hidup perempuan, secepat mungkin menikah makin baik rasanya. Padahal remaja dini secara SDM (sumber daya manusia) masih belum stabil. Menstruasi sih bagi saya bukan ukuran seorang perempuan sudah matang lahir batin, ya. Jangankan remaja, saya waktu di usia pertengahan 20-an saja masih sangat emosional dan labil.
Baca juga: Financial Checklist untuk Kamu yang Berusia 20 Tahunan
Pernikahan adalah sebuah keputusan hidup maha besar, tentu perlu asas dasar gak cuma cinta dan hati saja, perlu kematangan jiwa raga, kesadaran untuk memupuk mimpi-mimpi jangka panjang baik pribadi dan pasangan, serta meleburkan misi hidup berdua. Awal mula dari kehidupan yang kita harap akan sangat JAUH ke depan. Meski uang bukan segalanya, tapi bagi saya uang menjadi motor kehidupan untuk bergerak menggapai cita-cita bersama, menjalani hidup untuk tumbuh sejauh-jauhnya.
Pada Maret lalu kita baru saja merayakan Hari Perempuan Sedunia. Sebentar lagi juga akan datang Hari Kartini, sosok perempuan yang mandiri dan memperjuangkan kesetaraan. Maka izinkan saya berbagi sedikit perspektif mengenai kesetaraan perencanaan keuangan, sebagai seorang istri dan perempuan dari pengalaman pribadi :)
Setelah menikah, kesehatan finansial menjadi hal yang penting dalam kesehatan rumah tangga. Maka pembicaraan mengenai uang, rencana dan mimpi harus sering-sering dilakukan bersama pasangan. Sebelum menikah, peran saya adalah sebagai anak, karyawan dan teman. Sehingga perencanaan keuangan pribadi masuk dalam lingkup lingkaran itu saja, seperti: liburan bareng teman, kasih hadiah ke orang tua, nonton konser, beli tas atau baju idaman. Sesudah menikah dan melahirkan, peran saya bertambah menjadi seorang istri dan juga ibu. Universe-nya jadi lebih luas dan dalam, sehingga makna uang dan perencanaannya lebih kompleks dari sebelumnya.
Adaptasi dengan penambahan peran ini tidak sebentar saya alami. 3 tahun awal pernikahan saya gak lepas dari keki-keki dan berusaha keras saling menerima. Rupanya itu terjadi karena saya dan pasangan punya ‘money personality’ yang berbeda. Jadi penting juga nih kenal money personality seperti: apakah kamu seorang security seeker, big spender, spontaneous, planner dalam mengelola uang. Gak ada yang salah dan benar, tapi dengan saling paham maka perencanaan keuangan dan juga perencanaan lain dalam kehidupan akan semakin selaras. Kalau dalam kasus saya, saya security seeker banget tapi pasangan big spender. Walaupun itu dulu sih, sekarang udah tau mengalokasikannya gimana.
Entah menurut teman-teman ini aneh atau tidak, karena saat menjalani pernikahan, saya semakin kenal sama diri saya dan pasangan, dengan segala perbedaan yang ada. Kami mengintegrasikan sistem metriks-metriks pengukuran kinerja di perusahaan dalam berumah tangga. Karena kami sama-sama bekerja jadi istilah-istilah ini sangat dekat. Kami menetapkan tujuan rumah tangga bersama dan pribadi dengan KPI (Key Performance Index) dan OKR (Objective Key Result).
Baca juga: Money Dates bersama Pasangan untuk Mengatur Keuangan Keluarga
Tak jarang kami melakukan brainstorming, follow up, meeting secara berkala yang terjadwalkan dalam kalender. Mimpi jangka panjang kami coba turunkan dalam perencanaan sehari-hari dan dapat diukur seperti punya rumah, kendaraan, pendidikan anak, liburan dan juga pengembangan diri masing-masing. Saya punya semacam file growth track yang tersimpan dalam google drive yang bisa diakses pasangan. Di situlah data-data pengelolaan uang kami tersimpan. Dalam sebuah file excel dengan sheet yang sudah ada judul masing-masing: cashflow & monthly expense, savings, tujuan/mimpi (ini seperti target, misalnya dana pendidikan anak harus terkumpul 20 juta akhir 2021), jurnal investasi.
Saya dan suami tipe yang sama-sama saling terbuka pendapatan masing-masing ya, jadi kami gak ada tuh tabungan bersama, yang ada hanyalah data bersama. Kami saling assign, siapa berkewajiban membayar apa, siapa investasi apa. Nah, dari situ baru kita tiap bulan rutin menaruh investasi sesuai tujuan. Seperti saya menaruh sebagian investasi dalam deposito melalui Maxi Saver dan sebagian tabungan lainnya di Dream Saver pada Jenius.
Tentu hidup perlu seimbang, berpikir jauh ke depan juga menikmati hari ini. Dengan transparansi yang kami lakukan, sudah ada datanya, kami tak lupa mengalokasikan pendapatan kami masing-masing sebagai “dana bebas”, ini adalah dana yang terserah mau dibuat apa, biasanya buat hobi, seperti pasangan dengan peralatan musiknya, sementara saya dengan barang printilan kurang penting tapi sparks joy hahaha. Nanti, tiap 6 bulan atau 1 tahun, data investasi dan expense bisa kami sama-sama review dan dilihat bagaimana pertumbuhan finansial kami, apakah positif, apakah turun, apakah stagnan. Dan melihat review keuangan ini juga sangat terbantu melalui fitur Moneytory di Jenius. Kemudian kami membuat strategi lagi berangkat dari situ.
Baca juga: Wujudkan Keuangan yang Lebih Sehat dengan Moneytory
Saya senang sih terlibat setara seperti ini dalam keputusan-keputusan rumah tangga. Saya juga senang punya kewajiban yang bisa saya tunaikan dan usahakan. Saya merasa berdaya dalam membangun keluarga bersama pasangan. Tentunya, itu kalo saya ya, cerita saya bisa jadi cocok untuk dijalankan oleh yang lain, bisa juga tidak. Tapi saat ini, bagi saya dan pasangan, peran setara dan perencanaan bersama ini paling nyaman kami jalankan.
Mimpi-mimpi saya baik sebagai perempuan dan sebagai Ibu tidak lepas dari perencanaan keuangan. Salah satu tujuan saya pribadi sih, ingin punya bisnis yang membantu perempuan, belum kebayang apa tapi dialokasikan saja dulu dananya. Karena saya sadar, sebagai perempuan yang seringkali tenggelam antar peran dalam kehidupan, penting untuk terus melahirkan mimpi baru atau menjaga mimpi tetap hidup setelah pernikahan. Karena bagi saya, hidup adalah usaha untuk bisa terus mencukupkan batin, berusaha bertumbuh baik keluar dan ke dalam, serta berkontribusi terhadap sesama.
Artikel ini merupakan hasil karya Rahne Putri teman Jenius yang berprofesi sebagai Brand Marketer & Content Creator. Cek artikel dari guest writer-guest writer lain pada laman Jenius Blog.
Ilustrasi pada artikel ini merupakan karya Nadya Zahwa Noor (@nadya.noor), teman Jenius yang juga merupakan seorang editorial illustrator dan graphic designer.